Di dunia ini serba berubah dan tak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Hal ini berlaku pula dalam bidang kurikulum. Kurikulum senantiasa berubah secara terus-menerus mengikuti kecenderungan perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. Indonesia sendiri termasuk negara yang sering mengubah kurikulumnya.
Sejak masa kemerdekaan tahun 1945, pemerintah Indonesia sudah beberapa kali mengubah kurikulum, mulai dari tahun 1947 Rencana Pelajaran, dirinci dalam Rencana Pelajaran Terurai, Rencana Pendidikan Sekolah Dasar (1964), Kurikulum Sekolah Dasar (1968), Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) (1973), Kurikulum Sekolah Dasar (1975), Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 (1997), Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (2006), Kurikulum 2013, Kurikulum Merdeka (2024). Dan, sekarang kita dihadirkan dengan perubahan substansi kurikulum, yakni pendekatan deep learning atau Pembelajaran Mendalam.
Kurikulum tidak boleh statis, harus berubah. Maka karena itu perubahan substansi kurikulum merupakan hal biasa. Yang ingin dipersoalkan di sini bukan substansi perubahan kurikulum, tetapi lebih difokuskan pada tindakan antisipatif terhadap perubahan substansi kurikulum tersebut, yang ditampakkan guru dalam kemampuan inovatifnya ketika melaksanakan kurikulum di sekolah.
Guru perlu tanggap secara proaktif, ketika adanya perubahan substansi kurikulum yang tak sekadar pasrah atas perubahan substansi kurikulum tersebut.
Nana Syaodih berkata, betapa pun bagusnya kurikulum (official), tetapi hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan guru dan juga murid dalam kelas (aktual). Sebagus apapun kurikulum yang dicanangkan, jika guru sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran tidak dapat memahami dan mengaplikasikan hasilnya pun akan sia-sia.
Jadi, selain perbaikan berkala terhadap kurikulum sebagai acuan pelaksanaan pendidikan, juga perlu diperhatikan pula pengembangan kualitas dan kemampuan guru sebagai pelaksana dari kurikulum itu sendiri.
Pemahaman dan inovasi guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran di kelas. Kelaslah yang menjadi garis depan perubahan dan perbaikan kurikulum.
Guru juga harus menguasai kurikulum yang berlaku saat ini, sehingga mampu memahami dan menerjemahkan pesan-pesan kurikulum dengan cerdas. Tak sedikit guru yang menjalankan perubahan substansi kurikulum dengan mengubah sampul serta perangkat mengajarnya sesuai format yang telah diberikan pada kegiatan-kegiatan pelatihan baik secara luring maupun daring.
Pengalaman menunjukkan meski kurikulum sering berubah, kenyataannya cara mengajar sebagian guru di depankelas tak banyak berubah. Dari dulu sampai sekarang sebagian guru asyik dengan metode konvensional. Sebuah fenomena yang menggambarkan betapa 'miskinnya' pengetahuan sebagian guru kita tentang model/pendekatan/strategi/metode/teknik pembelajaran.
Akhirnya, apapun perubahan substansi kurikulum yang hendak digagas, kita (guru dan manajemen sekolah) mesti bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya di sekolah. Biarlah substansi kurikulum berubah dan guru tetap berbenah.