Wednesday, June 16, 2021

Empat Kuadran Guru, di Mana Posisi Kita?

Ilustrasi guru (pexels.com/Max Fischer)

Mengawali tulisan ini, saya akan menceritakan sebuah pengandaian murid. Dalam sebuah webinar, narasumber mengajukan pertanyaan kepada para murid. Apa yang akan kamu lakukan jika kamu menjadi guru yang juga sekaligus "boss in the class"?

Dengan bahasa sederhana. Sang murid mengatakan bahwa setiap guru harus menyadari dunianya murid berbeda dengan masa ketika guru menjadi murid. 

Dunia murid saat ini: murid mencari bahan belajar dari seluruh dunia melalui internet, dunia serba digital, dunia Youtube, podcast atau dunia tiktok. Bukan dunianya main perintah.

Kalaupun guru bertindak sebagai pemberi perintah. Murid harus paham untuk apa perintah itu dikerjakan. Jawabannya pun bukan tafsir tunggal tetapi memungkinkan adanya alternatif.

Lanjut, narasumber menjelaskan empat kuadran posisi seorang guru. Empat kuadran tersebut, meliputi:
  1. Mengajar. Guru berperan sebagai pengajar (educator). Pada kuadran paling rendah ini guru hanya mengajar atau sekadar mentransfer ilmu kepada murid. Guru terbiasa asyik dengan dunianya sendiri. Tidak peduli dan tidak mau tahu kondisi-kondisi muridnya. 
  2. Mendidik. Di kuadran kedua guru bukana sekadar transfer ilmu tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan dan sikap. Memberikan keteladanan yang baik dan benar bagaimana cara berpikir, berkeyakinan, beremosi, bersikap, dan berperilaku yang benar, baik dan terpuji baik di hadapan Tuhannya maupun dilingkungan kehidupan sehari-hari.
  3. Menginspirasi. Di posisi kuadran ini guru bisa membangkitkan imajinasi murid. Memberikan pencerahan apa yang bisa diraih murid dengan menikmati setiap kegiatan belajar mengajar.
  4. Menggerakkan. Sesudah menjadi teladan (role model) dalam perilaku dan menginspirasi dengan impian-impian. Guru harus bisa menggerakkan hati, pikiran dan raga murid untuk terus bergerak meraih mimpi dan mencapai kesuksesan.

Ssesungguhnya empat kudaran guru ini (minus kuadran pertama) bersesuaian dngan ajaran Ki Hadjar Dewantara. Di kuadran pertama hanya sekadar omongan. Hanya No Action Talk Only (NATO).

Nah, di kuadran kedua adalah pengejawantahan dari semboyan ing ngarso asung tulodho. Menanamkan karakter itu yang paling efektif melalui keteladanan dan/atau pembiasaan.

Sedangkan di kuadran ketiga, guru memberi inspirasi dan membuka belenggu impian murid. Pendidikan adalah gerbang menuju kesuksesan harus selalu didengpung-dengungkan. Ing madyo mangun karso.

Terakhir, di kuadran empat, guru sama halnya dengan semboyan tut wuri handayani. Guru mendorong agar para murid terus mengejar impian dengan belajar bermakna. Tak ada yang instan.

Saya jadi teringat dengan lagu Hymne Guru. Bahwasannya guru itu seperti pelita. Muncul pertanyaan dalam saya tentang guru dan pencerahan zaman. Di zaman yang terang benderang dengan pencahayaan listrik, apakah saya masih sekadar seperti nyala lampu teplok?

3 comments

Mantap pak...
Semoga kita bisa menjadi guru yg bukan hanya mengajar dan mendidik,tetapi juga bisa menginspirasi dan menggerakkan setips peserta didik...
👍

Pak,,menurut bapak apakah mengajar juga penting? Bukankah pengertian mengajar itu sendiri memberikan ajaran,,atau membagikan ilmu?
Hanya kalo tidak dibarengi ketiganya maka guru diibaratkan seperti pebisnis yang hanya menjajakan jualannya agar mendapatkan keuntungan


EmoticonEmoticon