Thursday, May 6, 2021

Beberapa Hal yang Perlu Guru Ketahui Tentang Pendidikan Inklusif

Photo by campaignforeducation.org

Idealnya pendidikan merupakan proses belajar yang bermakna dan bermanfaat yang tidak hanya mengejar nilai atau angka saja, termasuk dalam menjalankan pendidikan inklusif.

Apa itu Pendidikan Inklusif?
Mengutip Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 pendidikan inklusif adalah adalah suatu sistem penyelengaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memilliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik lainnya.

Nah, berdasarkan pegertian tersebut di atas, pendidikan inklusif bertujuan memberikan kesempatan bagi seluruh anak berkebutuhan khusus atau yang berbakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas sekaligus juga mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keberagaman dan tidak diskriminatif.

Alasan Pendidikan Inklusif Perlu Dilakukan
Ada 5 (lima) alasan mengapa kita perlu menjalankan pendidikan inklusif yaitu
  1. Tak semua anak berkebutuhan khusus cocok atau harus belajar di sekolah khusus seperti sekolah luar biasa (SLB). Bagi anak berkebutuhan khusus dengan gangguan tidak terlalu berat memiliki kecerdasan yang (cukup) baik atau rata-rata ke atas, iklim belajar di sekolah khusus tidak dapat menjawab kebutuhan anak berkebutuhan khusus tersebut.
  2. Anak berkebutuhan khusus butuh kelas reguler untuk belajar menggeneralisasikan kecakapan yang telah dipelajari dan dikuasainya dalam setting yang lebih riil. 
  3. Anak berkebutuhan khusus butuh belajar di kelas untuk mempelajari suatu kecakapan tertentu.
  4. Jumlah sekolah khusus atau sekolah luar biasa lebih sedikit dibandingkan sekolah reguler. 
  5. Guru di sekolah reguler lebih menguasai ilmu yang ingin diajarkan. Sementara itu, guru pendidikan luar biasa atau guru pendamping khusus lebih menguasai tata laksana penerapan disiplin atau perlakuan yang harus dijalani.

Sama Belum Tentu Adil, Adil Tidak Berarti Sama
Anak-anak berkebutuhan khusus memilki kondisi yang beragam, baik dilihat dari kondisi fisik, emosional, mental, sosial dan perilakunya. Keberagaman kondisi anak berkebutuhan khusus ini mendatangkan konsekuensi baik kepada kurikulum, silabus, pembelajaran, dan asesmen. 

Kondisi keberagaman peserta didik ini, kadang menjadi hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual di tengah-tengah layanan secara klasikal, bahkan dalam hal-hal tertentu keberagaman peserta didik tidak mungkin dapat dilakukan melalui proses pembelajaran dan penilaian klasikal dalam jumlah besar.

Untuk itu guru perlu mengubah sistem sesuai dengan anak. Karena sama belum tentu adil dan adil tidak berarti sama. Sebagai ilustrasi adalah gambar di bawah ini.


Penjelasan gambar
Dapat kita lihat pada gambar sebelah kiri bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk menonton pertandingan softball (diibaratkan pertandingan tersebut adalah pendidikan yang ingin dijalani). Masing-masing anak mendapatkan akses dan bantuan yang sama (masing-masing dapat 1 kotak). Terlihat bahwa anak yang tinggi (diibapratkan sebagai anak yang cerdas) akan dengan mudahnya bisa mengakses pertandingan (pendidikan, ilmu, dan keterampilan). Ia dengan mudah melampaui pagar. Jika pagar yang ada dalam gambar diibaratkan kriteria ketuntasan minimal (KKM), mak dengan mudahnya mereka melampaui target kriteria ketuntasan minimal. Mari kita lihat anak yang pendek (diibaratkan sebagai anak berkebutuhan khusus). Anak yang pendek tersebut harus memiliki akses yang sama. Namun karena tidak diberikan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhannya, maka anak tersebut hanya memiliki kesempatan yang sama saja. Tetapi pembelajaran yang dijalaninya tidak bermakna dan memberikan manfaat sama sekali baginya.

Sekarang mari kita perhatikan gambar ilustrasi sebelah kanan, semua anak juga mendapatkan kesempatan yang sama untuk menonton pertandingan (diibaratkan sebagai pendidikan). Karena kondisi mereka berbeda, mereka diberikan bantuan (kotak) dengan jumlah yang berbeda agar mereka bisa sama-sama menonton pertandingan tersebut. Bantuan yang berbeda yang diberikan pada kesempatan belajar yang sama, ternyata dapat membantu anak yang pendek (diibaratkan anak berkebutuhan khusus) menonton pertandingan dengan nyaman (diibaratkan sebagai pendidikan yang bermakna dan bermanfaat).


EmoticonEmoticon